Di industri keuangan global, sistem yang terpecah-pecah bisa menghambat inovasi. Kini, lembaga keuangan harus mencari cara untuk memperbarui dan menyatukan sistem mereka agar siap menghadapi masa depan berbasis AI.
Saat ini, kecerdasan buatan dan pemrosesan real-time bukan lagi sekadar keunggulan, tetapi sudah menjadi kebutuhan dasar. Lembaga keuangan di seluruh dunia menghadapi kenyataan pahit: teknologi yang terpecah-pecah tidak hanya menghambat pertumbuhan, tetapi juga mengancam daya saing mereka.

Dalam laporan IDC berjudul “Shaping Resilient Financial Services for the Digital Future,” Associate Research Director Michael Yeo mengungkapkan tiga faktor utama yang dibutuhkan: konektivitas berkapasitas besar, pemanfaatan data yang lebih luas, dan infrastruktur yang siap untuk AI. Ia menjelaskan, “Ketiga hal ini penting untuk mendorong perubahan besar, membuat lembaga keuangan lebih tangguh, dan mempercepat inovasi di dunia yang terus berkembang.”
(Michael Yeo)
Konektivitas Real-Time yang Fleksibel dan Dapat Ditingkatkan
Fintech di Asia-Pasifik berkembang pesat, didukung oleh berbagai inisiatif seperti Project Nexus yang menghubungkan sistem pembayaran antarnegara. Platform seperti APIX dan Proxtera ikut mendorong inovasi, sementara penggunaan pembayaran digital, termasuk mata uang kripto dan CBDC, meningkat dengan cepat.
Menurut Yeo, kemampuan untuk menerapkan konektivitas yang fleksibel dan cepat dalam waktu nyata kini menjadi standar dalam operasional internal maupun eksternal di sektor keuangan. Penelitian menunjukkan bahwa 36% responden di sektor keuangan menyadari pentingnya berbagi wawasan data untuk mendorong inovasi bersama, dan angka ini meningkat hingga 44% ketika berbicara tentang keamanan dan pencegahan penipuan.
Berbagi data pada level ini membutuhkan infrastruktur yang dirancang untuk edge computing dan pemrosesan data real-time agar dapat menghasilkan wawasan yang langsung bisa digunakan.
Saat mengembangkan bisnis atau teknologi, perusahaan harus memilih solusi jaringan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, seperti mempercepat peluncuran layanan, meningkatkan kontrol dan transparansi, atau menjaga kelangsungan bisnis. Untuk sektor BFSI, penting untuk memastikan bahwa solusi dapat disesuaikan dan diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada, sekaligus memenuhi aturan dan lisensi yang berlaku.
Kepercayaan pada Data
Kawasan ini siap mengadopsi Open Finance dan memerlukan transaksi real-time dalam jumlah besar. Untuk mendukung hal ini, teknologi yang menyimpan data sensitif dan melatih AI harus memiliki sistem keamanan yang terpercaya. Regulasi juga mengharuskan standar kepercayaan ini, seperti yang dilakukan Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA), yang telah memperbarui pedoman AI sejak 2019 agar mencakup penggunaan Generative AI.
Terkait privasi dan perlindungan data, Komisioner Privasi negara (PCPD) telah merekomendasikan praktik yang kini menitikberatkan kepatuhan organisasi dalam pengadaan dan penerapan sistem AI pihak ketiga yang memproses data pribadi.
Selain menerapkan pendekatan zero-trust untuk mengatasi risiko dari pihak ketiga, organisasi juga harus melindungi data dari berbagai ancaman terhadap privasi dan integritas. Salah satu ancaman utama adalah data poisoning, di mana hasil AI menjadi tidak akurat karena data pelatihan telah dimanipulasi atau terkontaminasi.
Data poisoning menjadi ancaman serius bagi integritas dan keandalan sistem AI, terutama seiring dengan meningkatnya penggunaan AI di sektor keuangan. Regulator seperti HKMA merekomendasikan pemantauan AI secara terus-menerus untuk mengawasi kinerja dan mendeteksi anomali. Pengelolaan data yang ketat, termasuk pengendalian akses dan audit log secara berkala, membantu menjaga keutuhan data serta mencegah akses yang tidak sah.
Infrastruktur Digital yang Siap untuk AI
Ketika salah satu lembaga keuangan terbesar di Eropa memperluas operasinya ke kawasan Asia-Pasifik, mereka menghadapi tantangan besar. Meskipun melayani jutaan pelanggan korporasi dan usaha kecil, bank tersebut mencapai titik kritis: sistem teknologinya yang sudah usang, yang dulunya menjadi fondasi andal, kini justru menghambat pertumbuhan dan inovasi.
Sebuah perusahaan telekomunikasi internasional melakukan studi infrastruktur menyeluruh untuk klien bank Eropa ini dengan pendekatan netral terhadap vendor dalam mengevaluasi mitra pusat data. Kriteria pemilihan berfokus pada kemampuan teknologi canggih, pengalaman dalam menangani data sensitif, serta langkah-langkah keamanan yang ketat sesuai dengan standar regulasi.
Proses ketat yang dijalani lembaga keuangan saat memigrasikan, mengonsolidasikan, atau memodernisasi infrastrukturnya mengungkap satu hal penting: keberhasilan penerapan teknologi baru seperti AI sangat bergantung pada keputusan yang diambil saat ini mengenai infrastruktur dan layanan dasar.
Sebagai contoh, laporan terbaru IDC mengungkap bahwa organisasi di Asia-Pasifik semakin banyak menerapkan beban kerja Generative AI di lokasi edge (23%). Langkah ini memungkinkan penyimpanan dan pemrosesan data lebih dekat ke pengguna, sehingga mengurangi latensi serta biaya transfer data.
Selain itu, banyak bisnis yang awalnya mengadopsi cloud kini mulai memindahkan kembali beban kerjanya ke lingkungan private atau on-premises. Namun, keseimbangan yang ideal dapat dicapai dengan pendekatan hybrid cloud, yang menggabungkan keunggulan private dan public cloud. Saat ini, berbagai solusi memungkinkan institusi keuangan memantau kinerja beban kerja dan penggunaan sumber daya, sehingga mereka dapat mengadopsi multi-cloud dengan percaya diri, mendapatkan efisiensi biaya, sekaligus menjaga kedaulatan data.
Kesimpulan
Para pengamat industri melihat peluang emas yang semakin dekat bagi kawasan ini. Jumlah organisasi yang menerapkan beban kerja Generative AI di lokasi edge di Asia-Pasifik lebih tinggi dibandingkan di AS atau EMEA. Hal ini menunjukkan bahwa APAC semakin aktif mengadopsi solusi infrastruktur generasi terbaru. Tren ini menandakan perubahan besar dalam cara institusi keuangan membangun dan mengelola infrastruktur digital mereka.
Bagi institusi keuangan yang ingin membangun atau memperluas kehadirannya di APAC, pesannya jelas: kesuksesan di masa depan bergantung pada revolusi infrastruktur saat ini. Mereka yang berinvestasi secara strategis dalam infrastruktur yang fleksibel, skalabel, dan siap untuk AI, serta membangun kerangka kepercayaan yang kuat, akan memiliki peluang besar untuk memanfaatkan pertumbuhan di kawasan ini. Masa depan layanan keuangan adalah milik mereka yang mulai membangunnya hari ini.
(Artikel asli ini dipublikasikan dalam Bahasa Inggris cxpose.tech, baca sumber asli)